Indonesia Bisa Lebih Cepat Adopsi Mobil Listrik dari Jepang
Jepang mengajak Indonesia, khususnya kota-kota besar,
mengadopsi pengembangan kota pintar (smart city), untuk mengatasi masalah
lingkungan maupun kemacetan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang hijau.
"Indonesia bisa melihat kegagalan kami (mengatasi masalah lingkungan),
sehingga bisa lebih cepat mencapai sukses," kata Walikota Kitakyushu Kenji
Kitahashi, di Fukuoka, Jepang, Selasa, saat menerima delagasi Indonesia. Kitakyushu merupakan salah satu kota pintar (smart city)
yang ditetapkan OECD (Organization for Economic Cooperation Development), di
samping Chicago (AS), Paris (Perancis), Stockholm (Swedia) yang mampu mengatasi
masalah lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lestari.
Indonesia dinilai bisa lebih cepat menerapkan kendaraan
ramah lingkungan ketimbang Jepang. Sebab, masyarakat Indonesia perlahan sudah
mengenal jenis kendaraan berteknologi 'hijau'. Hal ini diungkap Presiden
Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono.
Sebab menurutnya, Indonesia sudah mulai mengenal kendaraan hybrid hingga
bertenaga listrik penuh. Berbeda dari Jepang yang harus memulai sejak awal. "Kita itu separuh (jalan) saja, kalau di Jepang sendiri
kan (sejak) 10 tahun (lalu). Karena apa, kita ini udah akrab sama teknologi itu
tidak dari 0. Kan udah mengenal," kata Warih. Warih lantas mengusulkan
agar pemerintah membuat pembagian zona untuk mobil ramah lingkungan.
Hal ini
dilakukan agar masyarakat makin teredukasi soal kendaraan ramah lingkungan. Misal, dengan membuat zona untuk kendaraan hybrid dan
listrik di Bandara Soekarno-Hatta. Dengan demikian, masyarakat bisa mencoba
kenyamanan mobil ramah lingkungan tersebut. "Sehingga orang yang masuk bandara akan
merasakan, oh hybrid kaya itu. Oh, enak nih. Harga bagus, maintenancenya juga
oke. Nah, nanti bakal tertarik," tuturnya. Cara-cara sosialisasi seperti ini tidak beda seperti saat
pertama kali memperkenalkan mobil dengan transmisi otomatis (automatic
transition-AT) di Indonesia. Saat itu, banyak masyarakat di dalam negeri yang
menolak AT dengan bermacam alasan. "Katanya otomatis mahal, servis susah.
Pas kami edukasi sampai ke diler, akhirnya dengan senang hati orang pada pidah
ke AT," ujar dia.
Pergeseran tren
Executive General Manager Toyota-Astra Motor (TAM)
Fransiscus Soerjopranoto, mengatakan bahwa saat ini dunia otomotif secara
global tidak dapat menolak pergeseran terkait kendaraan ramah lingkungan. "(Negara
maju) akan dan beralih ke sana. Tapi pemerintahnya ngedukung dengan pembangunan
infrastruktur juga ya," kata Soerjo.
Meski demikian, hingga saat ini baru sebagian negara yang
agresif menerapkan mobil ramah lingkungan. Sebab, dari total produksi mobil
listrik, 95 persennya laku hanya di 10 negara, yaitu, China, Amerika Serikat,
Jepang, Kanada, Norwegia, Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan Swedia.
Pemerintah Indonesia sendiri belum terlalu agresif.
Sehingga, sebagai produsen otomotif yang bermain di tanah air, Warih mengungkap
pihaknya hanya akan mengikuti ketetapan pemerintah.
Melihat China
China merupakan salah satu pasar terbesar industri otomotif
dan menjadi negara yang paling agresif mendorong adopsi mobil listrik. Warih
mengungkap, saat ini China menjadi salah satu negara yang berminat pada aturan
melarang mobil disel dan bensin. Wakil Menteri Perindustrian China, Xin Guobin,
tengah mempelajari mengenai larangan produksi dan penjualan mesin dengan tenaga
fosil.
Rencananya, pemerintah China mematok sekitar 15 persen
kendaraan haruslah menggunakan mobil listrik. Pemerintah China bahkan
menargetkan industri bisa menjual 7 juta kendaraan listrik pada 2025 nanti. Tidak hanya itu produsen mobil listrik asal Amerika, yakni
Tesla, juga dilaporkan baru saja mendapatkan restu dari pemeritah Shanghai,
China untuk membuka pabrik perakitan kendaraan. Tapi, Tesla menampik rumor
tersebut.
Tidak ada komentar: