Baterai Lithium-Ion, Kunci Masa Depan Mobil Listrik


Semakin gencarnya pengembangan mobil hibrida dan listrik, nama baterai Lithium-ion juga makin akrab bagi kita. Baterai yang sering disingkat dengan “Li-ion” ini dianggap paling pas untuk sumber daya mobil listrik murni dan hibrida (motor bakar dan listrik). Daya tarik Li-ion—dibandingkan dengan yang lainnya, seperti NiMH (Nickel Metal Hydride) dan NiCad (Nickel Cadmium) serta timah hitam (lead)—bisa diisi ulang dengan cepat, densitas penyimpanan lebih banyak, dan juga lebih daya. 

Daya tarik paling besar adalah perbandingan berat dan energi yang dihasilkannya, Li-ion juga unggul. Di samping itu, ia tidak punya efek memori. Sifat terakhir memungkinkan Li-ion bisa diisi kapan saja! Sebenarnya, Li-Ion tidak hanya digunakan pada mobil listrik atau hibrida, tetapi sudah digunakan pada perlengkapan elektronik yang akrab kita gunakan sehari-hari, antara lain laptop, iPod, HP, MP3 player, PDA, dan Black Berry.

Lithium vs Lithium-Ion

Selain Li-ion, ada juga baterai yang disebut lithium. Jenis terakhir tersebut adalah baterai yang umumnya tidak bisa diisi ulang atau hanya sekali pakai habis, sedangkan Li-ion justru sebaliknya.
Perbedaan lain dari kedua baterai yang sama-sama disebut lithium awalnya itu adalah materi dasarnya. Lithium menggunakan logam murni, sedangkan Li-ion campuran lithium yang jauh lebih stabil dan dapat diisi ulang beberapa ratus kali.

Keunggulan lain dari Li-ion adalah kemampuannya menyimpan energi lebih lama bila tidak digunakan, sedangkan jenis lain akan habis lebih cepat. Meski begitu, bukan berarti Li-ion tidak punya kelemahan. Masalah utama baterai ini adalah keamanan: mudah terbakar atau meledak. Itu terutama bila penanganannya kurang baik. Itu bisa terjadi karena bahan yang digunakan mudah panas.

Komponen utama

Tiga komponen utama Li-ion adalah anoda, katoda, dan elektrolit yang diibuat dari berbagai macam bahan. Yang secara komersial dan yang paling banyak digunakan sebagai anoda adalah grafit. Adapun katoda biasanya salah satu dari tiga bahan berikut, lapisan oksida yaitu lithium cobalt oxide dan lithium iron phosphat, spinel yaitu lithium manganesse oxide, dan titanium disulfide (TiS2) yang materi asli Li-ion. Akibatnya, harga baterai ini awalnya sangat mahal. Kini harga baterai Li-ion masih mahal. Akibatnya, mobil listrik atau hibrida masin susah dijangkau oleh kebanyakan orang. 

Sebenarnya, mobil hibrida yang selama ini dibuat oleh Toyota (Prius) dan Honda (Civic) masih menggunakan baterai NiMH. Kemampuan lebih baik dari baterai konvensional yang menggunakan bahan dasar timah hitam. Toyota sendiri mengaku, faktor yang menyebabkan mobil hibrida mahal adalah baterai. Karena itulah, perusahaan mobil terbesar di Jepang ini terus menggenjot Prius bisa dijual 1 juta per tahun di seluruh dunia agar harganya nanti bisa ditekan. Dengan makin gencarnya berbagai perusahaan membuat baterai Li-ion, dikabarkan, baik Toyota maupun Honda segera akan beralih ke baterai jenis tersebut. 

Namun, yang cukup menarik, Mitsubishi yang sudah beberapa kali memamerkan mobil listrik murni di Indoneia, iMiEV, sudah mengguankan baterai Li-ion. Dengan makin banyaknya perusahaan otomotif menawarkan kendaraan bertenaga listrik dan hibrida (ramah lingkungan), baik mobil maupun motor, membawa harapan baru bagi pengembangan baterai Li-ion. Tak hanya harganya yang diperkirakan akan jadi lebih murah karena diproduksi secara massal, kemampuan kerja makin baik pula.


Kini banyak perusahaan besar dan kecil di negara maju, seperti Jerman, Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat, mengembangkan Li-ion. Bahkan, lembaga riset dan perguruan tinggi ikut mengembangkannya. Maklum, selain kendaraan bermotor yang jumlahnya sangat banyak, perlengkapan elektronik pengguna Li-ion.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.